Muram



Hari ke satu.....

Dania melewati pusat perbelanjaan untk sampai ke tempat ia bekerja. Pertama kali ia melihat sosok kakek tua yang berdiri di depan toko sembari mengasonginya Koran. Dania hanya melemparkan senyum dan mengacungkan kelima jari kanannya. Tapi kakek tua itu tetap pada raut wajahnya semula tanpa membalas senyum yang disuguhkan Dania. Dengan sedikit rasa penasaran, Dania yang telah berjalan jauh dari tempat kakek itu berdiri, mencoba menoleh kearah tempat kakek itu berdiri. Dania menatap wajah kakek itu dari kejauhan, sebaliknya kakek itupun memperhatikan Dania. Mereka saling berpandangan dari kejauhan, sekali lagi Dania melemparkan senyum dan sekali lagi kakek itu tetap dengan wajah tanpa ekspresinya. Dania merinding sekaligus heran dengan kakek itu. Tapi jam kerja dan kesibukan Dania membuatnya melupakan kejadian itu.

Hari kedua….


Dania berhenti sejenak ketika menaiki trotoar. Seakan tempat itu mengingatkan dirinya pada suatu hal. Tanpa disengaja, dirinya mendapati sosok tua itu lagi. Dengan posisi jongkok,lengan kiri kakek itu hampir tertutup oleh tumpukan Koran, sementara tangan kanannya sibuk mengasongkan Koran kepada para pejalan kaki. Berharap ada orang yang sudi membeli Koran darinya. Dania terus melangkah, tanpa melepaskan pandangnya dari sosok yang mengharukan itu.

Semakin dekat Dania melangkah kearah kakek itu, semakin terketuk hatinya untuk memperhatikan kakek itu. Kali ini mereka saling berpandangan, Dania sama sekali tidak melemparkan senyum, melainkan menampakakan raut wajah penasaran dengan membuat lipatan ombak di dahinya. Sama seperti sebelumnya kakek itu hanya tampak dengan wajah muramnya. Meskipun hanya menjual Koran, tapi kakek itu tampak rapi dengan kemeja lengan panjangnya. Perawakannya tinggi langsing dengan rambut yang telah dipenuhi uban.

Hari ketiga….

Sekali lagi hati Dania terketuk untuk memperhatikan kakek tua si penjual Koran itu. Kali ini Dania menghabiskan waktu yang cukup lama untuk memperhatikan kakek itu. Dari kejauhan Dania tetap terpaku dan tidak melepaskan pandangannya sedikitpun. Sesekali Dania tersenyum melihat ada yang membeli Koran dari kakek itu. Sesekali Dania khawatir dan berharap Koran yang dijual oleh kakek itu laris. Tapi jam kerja membuat Dania harus meninggalkan tempat itu. Kali ini Dania tidak berani memandangi kakek itu saat jarak mereka begitu dekat. Dania memacu langkahnya dengan menundukan kepala.

Hari keempat….

Kini Dania terbiasa dengan hari-harinya sebelum sampai tempat kerja. Dan kali ini pula Dania untuk yang pertamakalinya membeli Koran dari kakek itu.
“Koran Sindonya ada kek?”
Tanpa basa basi kakek itu langsung mengasongkan lengan kirinya yang tertutup oleh tumpukan Koran. Dania sedikit bingung, karena begitu banyak Koran yang ada dilengan kakek itu. Sekali lagi Dania bertanya.
“Sindonya ada?”
Dan sama seperti sebelumnya, tanpa bicara satu katapun. Kakek itu hanya mengasongkan lengan kirinya.
Kali ini Dania benar-benar bingung. Mengapa kakek itu tidak menjawab pertanyaan Dania. Seakan kakek itu bisu. Sambil mengira-ngira apa terjadi pada kakek itu, ujung mata Dania tidak sengaja melihat Koran sindo yang diinginkannya. Transaksi jual beli itu meninggalkan pertanyaan besar dibenak  Dania.

Hari kelima….

Dania masih memperhatikan kakek itu dihari berikutnya. Masih dengan raut wajah penasarannya Dania berdiri dikejauhan. Nampaknya ada seseorang yang menghampiri kakek itu dan sepertinya mereka saling kenal. Ada yang ganjil dari percakapan mereka, kakek itu nampak sibuk menggerakan tangannya. Dania kini tahu jawaban dari semua keheranannya. Kakek tua yang malang. Kakek tua penjual Koran yang bisu. Dania merasa sangat bersalah atas tuduhan-tuduhan yang di hujatkan pada kakek itu.
Masih dihari yang sama, sepulang dari tempat kerjanya, Dania menemui kakek itu dengan berbekal bungkusan makanan. Dengan semangat dan senyum yang merekah dari bibir tipisnya, Dania menghampiri kakek itu. Meskipun tak ada balasan senyum dari kakek itu, tapi Dania tetap semangat dan ceria.
“Ini untuk kakek. Maafkan saya selama ini telah berfikiran yang tidak-tidak mengenai kakek. Setiap hari saya lewat jalan ini.tapi saya melihat kakek tak pernah menyapa pembeli. Maafkan saya juga, saya telah memperhatikan kakek diam-diam. Dan sekarang saya tahu, kenapa kakek tidak menjawab pertanyaan saya ketika membeli Koran kemarin.”
Dania ketakutan kalau-kalau kakek itu akan marah. Tapi kakek itu mengambil bungkusan makanan yang disodorkan Dania. Nampak berkaca-kaca sosok tua itu, sambil memberikan senyum termanisnya pada Dania. Sungguh senyum itu yang diharapkan Dania selama ini.


Komentar

Postingan Populer