Aku dan Denny Sumargo (lagi)


"Apa yang kamu lihat dari dia?"

“Semuanya” Kataku. “Semua yang bisa kulihat dibalik hidupnya, semua yang nampak di dalam diri dan hatinya, yang mungkin oleh sebagian orang abaikan dengan alasan karena dia keren atau terkenal.”
“Kalo dia runtuh atau berperilaku buruk, apa kamu masih mengidolakannya?”
“ya, sebisa dan semampuku. Selama aku masih diberi anugerah sebuah rasa. Rasa suka dan rasa untuk mengasihi orang-orang yang memiliki tekad dan Iman yang kokoh. Kuharap dia selalu berada di dalam golongan orang-orang yang baik.”
“Hem, tetaplah mengidolakan seseorang yang mampu membangkitkan semangatmu untuk bermimpi” Katanya. “Lalu apa mimpi besarmu?” Tanyanya lagi.
“Membahagiakan orang tuaku dengan menjadi kebanggaan bagi mereka.” Jawabku
Orang itu terus memberondongiku dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengharuskan aku terdiam sejenak untuk memikirkan jawabannya. Kujawab semampuku. Sengguh,aku tak pandai bicara, apalagi harus bicara seserius itu. Aku tak suka debat, aku hanya akan bicara untuk suatu lelucon. Tapi sore itu, ajaib.
Meski mungkin oleh orang lain, kalimat-kalimat yang terlontar dari mulutku biasa saja. Tapi untukku, kalimat-kalimat itu adalah sesuatu yang kelak bisa dipertanggung jawabkan, ini cius loh! Hehe
Selepas berbincang-bincang dengan orang itu. Aku kembali merenungkan pertanyaan-pertanyaannya. Apa yang aku lihat dari dia? Apa? Aku sendiri sedikit bingung. Sementara di luar sana banyak orang-orang sukses dan menginspirasi. Kenapa harus dia? Apa karena dia keren? Ah, aku menelan ludah. Toh, semuanya berawal dari buku biografinya, dari tulisan dan kisah hidupnya, bukan karena melihat orangnya terlebih dulu.
Lalu, jika suatu saat dia terjatuh karena suatu hal, hal yang berdampak dari kesalahannya sendiri, dan disaat orang-orang meninggalkannya, apa aku akan ikut-ikutan berpaling darinya? Oh, apa aku bisa meramalkan masa depan?! Aku berharap hal itu tak pernah terjadi. Aku akan tetap berdiri menopang semangatnya hingga ia mampu bangkit lagi. Ah, meskipun aku hanya bisa berdo’a dari kejauhan. Tapi bukankah do’a itu lebih mujarab.
Aku yakin, sangat yakin, bahwa dia memiliki Iman yang kokoh. Meskipun kita –aku dan dia- berbeda keyakinan: aku seorang muslim. Aku percaya, setiap yang berIman akan selalu berbuat kebaikan. Menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Setidaknya pemikiranku seperti itu.
Dan dia akan selalu menjadi orang baik selama Iman di hatinya tetap terjaga. Ya, itu harapanku. Dan Mamahku takkan khawatir, jika seseorang yang selalu ku idolakan adalah orang yang berIman dan berprestasi. Meskipun Mamahku nyengir kuda saat melihat tindikan di telinga dia. Lalu aku akan berkata “Anak basket Mah! Gaul!” hehe
Selang beberapa waktu, aku mencoba menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan Iman dan Agama pada dia.
“Sejauh mana kamu menghargai perbedaan agama?” Tanyaku
Beberapa lama kemudian ia menjawab “Sejauh aku mempercayai bahwa Tuhan itu satu” Jawabnya saat membalas mentionku di twitter.
©      Tuhan memang satu, kita yang tak sama…… ehem… jadi nyanyiin lagu Marsel deh, hehe  (#eh, Marsel apa siapa sih yang nyanyinya?)

Semoga aku tidak salah telah mengidolakannya. Semoga aku bisa mempertanggung jawabkan kata-kataku dan tentunya mempertanggung jawabkan tulisan ini. Semoga dia selalu berada di jalan yang benar dan menjadi seorang yang patut diidolakan.
“Semoga……….” Bukankah kata itu sudah lumrah diucapkan seseorang saat berdo’a? ya, itu do’a buat Abangku Denny Sumargo. Tolong diAminkan ya….. (MAKSAA!!!)

***Mohon maaf apabila anda kurang menyukai tulisan ini, saya masih belajar nulis dan masih berteman dekat dengan si Minder, si Engga Pede dan si Pesimis. Mohon bimbingan, saran dan kripiknya #eh Kritik. Hatur nuhun buat yang selalu mampir di gudang cokelat saya)***

Komentar

  1. Q sgt ska kta2 yg kau pergunkn Teh,sderhna namun bermkna,
    Truz smngat tulisn slanjtny ya,ijinkanlh c'pembrni yg pnuh smngat menjd shbtmu, ;-)
    By, Rika Dhesta

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer