Pesan di Gerbong keenam

27 Juni 2022

Selesai adzan Isya berkumandang tadinya mau langsung ambil wudhu. Tapi Bandung lagi dingin. Kepikiran makan roti dulu & minum air anget. Biar wudhu sekalian sikat gigi sama bersih-bersih. Biar sekali aja kena airnya.

Gak tau kenapa, lagi ngunyah roti tiba-tiba inget seseorang di masa lalu. Kalo dibikin cerita boleh juga tuh. Judulnya DUA MATAHARI. Kayak menclok gitu aja di kepala. Sepasang muda mudi dengan watak yang nyaris persis. Keras kepala, egois, gak mau ngalah, sama-sama tukang debat. Padahal saling butuh.

Karena sadar dengan kemiripan sifat itu. Kalo dilanjut gak akan bener. Kebayang kan tiap hari perang dunia. 

Abis makan roti & meneguk segelas penuh air anget agak panas. Langsung ke kamar mandi bersih-bersih. Shalat. Doa. Buka blog dan scroll semua draft.

Mata langsung mentok ke judul PESAN DI GERBONG KEENAM. Gila sih ini dari 2019. Dan seketika langsung mengalihkan perhatian ke judul ini. 

Oke, daripada nulis cerita yang terinspirasi dari masa lalu. Meskipun pasti akan ditulis dengan cerita yang beda, takutnya... Ada manusia yang merasa dan kebetulan mampir ke blog yang pernah dia singgahi ini. 

Lebih baik berwisata dulu sebentar naik kereta. Lanjutin cerita yang gantung di 2019 yang baru beberapa paragraf doang. Let's start dengan 'sambil' dengerin lagu-lagu Chester Bennington yang udah gak ada di Bumi ini.


14 Juli 2019

PESAN DI GERBONG KEENAM

"Bandung ya Mbak!"

"Berapa?"

"Satu," jawabku sambil mengacungkan telunjuk. Padahal jawaban 'Satu' aja udah cukup mewakili. Ah, kalo lagi buru-buru otak sama motorik emang suka gak singkron.

"Langsung naik!" katanya. Lalu aku dan Mbaknya barteran. Dia ngasih satu lembar tiket latar orange dan aku ngasih selembar lima ribu lecek.

"Makasih," ujarku sambil lalu. Karena percuma sih, nungguin dia ngucapin 'sama-sama' atau 'kembali kasih' gak akan terjadi.

Langsung scan tiket dan menuju ke rangkaian gerbong di peron satu. Karena gerbong pertama yang aku naiki penuh oleh penumpang. Jadi aku menelusuri setiap gerbong hingga menemukan tempat duduk andalanku. Gerbong keenam. Dekat jendela dengan posisi duduk bertolak belakang dengan arah kereta bergerak. Alias mundur.

Ketika orang lain memilih tempat duduk searah dengan kereta bergerak. Yang katanya biar gak pusing. Aku lebih milih duduk mundur. Kenapa? Karena aku bisa melihat pemandangan dari jendela dengan waktu yang lebih lama. Maksudnya tuh kayak..... lebih banyak yang bisa diliat gitu. Keliatan sampe bener-bener menjauh dan menghilang. Jangkauan matanya lebih panjang dan lebih luas.

Setelah dapat tempat strategis. Aku langsung menjatuhkan pantat tipisku di kursi KRD yang keras itu. Sambil agak menyayangkan. Kenapa gak datang lebih awal. Jadi gak bisa melakukan ritual kayak biasanya. Hhh.

Kereta mulai bergerak perlahan. Aku memejamkan mata perlahan sambil komat-kamit. Ngapain coba komat-kamit kayak Mbah dukun baca mantra?

Usai meminta perlindungan diri pada Allah kesayangan. Rasanya sulit buat kembali membuka kelopak mata. Pengennya sih tidur sampe stasiun tujuan.

Tapi, gara-gara ada yang tiba-tiba duduk di depanku dan gak sengaja menyenggol lututku. Apalah daya. Simata refleks membuka kelopaknya. Dan fokus refleks melihat ke mata sipelaku penyenggolan tersebut.

"Maaf," katanya.

Aku membalasnya dengan melemparkan senyuman. Soalnya kalau melemparkan sepatu atau botol tupperware kan sayang. Nanti juga kena pasal perlindungan penumpang PT. KAI kalau pelaku penyenggolan itu kenapa-napa.

"Turun di mana Mbak?" tanyanya kemudian.

"Bandung," jawabku singkat. Karena ya ngapain juga dijawab panjang lebar kalo dikaliin sama dengan Luas 😂

"Itu punya Mbak?" dia menunjuk sesuatu di sebelah kananku. Selembar kertas dengan tulisan besar-besar yang kayaknya di tulis dalam keadaan buru-buru. Dan di sobek dengan buru-buru juga.

"Bukan."

Perasaan tadi pas mau duduk gak ada kertas. Serius deh. Karena penasaran, kuambil kertas itu dan membaca tulisannya yang berbunyi 'Kelak akan bertemu lagi'. Jujur, agak geli sih baca tulisan itu.

"Ini bukan punya saya. Mungkin punya penumpang yang tadi turun," jelasku pada pria yang sekarang sedang mengamatiku.

"Iya mungkin," katanya sambil mengangkat bahunya.

Lalu hening. Kami saling diam. Inginnya sih kembali memejamkan mata. Tapi.... pria itu bikin gagal fokus.

Agak berlebihan sih kalau menyamakan pria itu dengan Mario Maurer. Tau kan Mario Maurer? Aktor Thailand yang pernah membintangi film A Little Thing Called Love. Kalau gak tau, browsing aja ya.

Memang gak sama persis. Tapi ya mirip-mirip gitu. Tingkat kemiripan 80% mungkin ada.

Diam-diam aku memperhatikan gerak-geriknya. Dia hanya melihat ke arah jendela, dengan tatapan nanar. Ingin sih menyelami isi pikirannya. Menyelami isi hatinya juga gak apa-apa.

Tiba-tiba dia menoleh ke arahku. Matanya mengunci mataku. Mampus kan, ketauan. Gimana bisa mengalihkan pandangan kalo udah kayak gitu. Dari pada salah tingkah ketauan lagi ngeliatin. Aku memilih untuk kembali melemparkan senyuman lagi. Kali ini dengan kepala sedikit mengangguk. Duh.

"Sebenernya saya lebih suka duduk di situ," katanya dengan mata menunjuk ke arah tempat aku duduk.

"Oh."

Dia kembali mengalihkan pandangan ke jendela. Dan aku pun sama. Memandang segala hal yang ada di luar jendela.

"Kebanyakan penumpang wanita gak suka duduk mundur," jelasnya tanpa memandangku.

"Tapi saya suka."

Dia menoleh. Menatapku.

"Karena bisa melihat pemandangan lebih lama dan luas?" tebaknya.

"Kurang lebih, yap."

"Apa yang paling kamu suka?"

"Maksudnya, suka bagaimana?"

"Di luar sana, apa yang paling menarik untuk dilihat?"

"Manusia," singkatku agak menggantung dan kesulitan mencari lanjutannya.

"Tell me the reason..." pandangannya mengunci mataku. Demi apa dia terlihat sangat serius dan aku terpikat pada tatapan itu.

"Saya suka mengamati tingkah laku manusia.... Mengamati.... Menganalisa.... Kadang ikut menyelami perasaan yang terlihat dari matanya," aku berusaha menjelaskan apa yang selama ini sering kulakukan pada manusia disekitarku.

"Dan kamu berhasil membaca perasaan mereka?" 

"Tidak yakin. Tapi dari mata seseorang, kadang...... aku..... seperti bisa merasakan kesakitannya. Kesulitan. Kesedihan. Bingung. Rasa putus asa. Kepasrahan. Kadang rasa angkuhnya pun terasa."

"Apa kamu gak lelah?" pertanyaannya sedikit mendesak dan betul juga sih, gak disadari dia sudah memajukan duduknya. 

"Makanya saya lebih sering memejamkan mata. Saya gak bisa mengontrol kalo udah liat orang yang bikin saya penasaran."

"Kamu bisa baca perasaan kereta?" 

Pertanyaan macam apa itu? Yang betul aja. Kereta punya perasaan? Pria aneh.

"Sorry... Maksudnya?"

"Ya... Karena... Tiap kali kereta sampai di stasiun. Kamu pasti memilih berdiri dekat peron. Dan ketika kereta lewat di depanmu. Kamu memejamkan mata. Menarik napas dalaaam. Menghembuskannya kuat-kuat. Sudah 17 kali saya liat kamu melakukan itu. Kecuali hari ini.

Apa kamu juga lagi berusaha untuk gak baca perasaan kereta?" 

Senyum tipisnya yang usil bikin aku blang dan lupa sama apa yang udah dia omongin barusan. Damn.

"Sorry... I can't explain about it!"

"Oke... Gak masalah. Tapi saya suka sama ritual kamu itu."

"Maksudnya?"

"Saya suka lihat kamu memejamkan mata saat kereta lewat di depanmu. Dan nanti kita bisa melakukannya berdua?"

"Be... Berdua? Berdua? It's ridiculous!"

"Tapi saya suka! Dan nanti kita bisa melakukannya bersama!"

"Please.... Gak usah. Saya gak akan ngelakuin hal itu lagi kalo gitu!"

"Saya bakal menghantui kamu kalo gitu! Sama kayak perasaan orang-orang yang kamu baca! Bakal ganggu pikiranmu terus, meski gak saling kenal sekalipun. Bye!" 

Pria itu berdiri dan beranjak dari hadapanku.

"That's for you! Minggu depan! Di hari, jam dan gerbong yang sama!"

Aku mengikuti arah telunjuknya dan mulai memperhatikan tulisan pada kertas di genggamanku. 

Percakapan random yang aneh dengan orang asing. Apa harus dipercaya? Minggu depan? Apa aku harus merubah jam pergiku? Biar gak ketemu pria aneh itu?

End...

*******

Segitu aja ya sayang- sayangnya akuuu.... Udah mentok segitu. Tadinya pengen yang happy ending & romantis. Tapi udah gak bisa mikir. Hehehe

Ujan sih. Jadi pengennya selimutan, tidur, udah deh. Besok bangun. Kerja. Bisa gak sih dapet libur lamaaa. Atau diem doang di rumah tapi uang ngalir terus 😂

Thank you so much buat yang udah mampir ke Rumah Wortel. I hope you all happy everyday pokonya. Yang ngerasa cerita diatas aneh. Tenang, kamu gak sendirian kok. Aku pun merasa aneh. Tapi yaudah lah ya. Udah lama gak nulis, demi apa otak  aku kaku rasanya. 

Sekali lagi makasih banyak mau mampir dan masih mau baca tulisan aku. Sehat-sehat ya kalian. Arigatou Gozaimasu. I love u all looohhhh....❤️





Komentar

Postingan Populer