Agustus..... (entahlah)



Agustus????
Udah Agustus lagi. Dan sekarang udah 2018. Gilaaaakkk!!!! Cepet amat rasanya.
Sebenernya bingung juga sih gue mau nulis apaan. Cuma lagi kepengin posting di Rumah Wortel aja. Gaje juga no problemo. Suka-suka gue aja kan? Blog, blog punya gue. Serah gue mau nulis konten apaan. Unfaedah? Bodo lah... Ada yang baca syukur. Gak ada yang baca yo wess ra popo, just posting bae at iki blog.
Gini, gue mau bikin cerita. Jadi, di Bandung itu ada salah satu makhluk hitam, jangkung, rambutnya ikal, kayak ada keturunan arab gitu. Nah cewek apa cowoknya gue gak ngerti deh. Etapi mending pake jenis kelamin cowok aja lah ya. Biar enak kalo dibully.
Nah. Pria keturunan arab dengan ciri-ciri hitam, tinggi, berambut ikal. Duh gue lupa bilang tuh cowok kurus dan manis di paragraf sebelumnya. Tambahin aja ya ciri-cirinya.
Gimana, udah kebayang belum sosoknya?
Gue mau namain dia Alif. Kepanjangannya lo
tambahin sendiri aja ya.
Satu sore yang indah. Kota Bandung dinaungi langit cerah. Alif mengendarai motor maticnya dengan santai. Helm berstandar Nasional Indonesia bertengger nyaman membungkus tempurung kepalanya.
Alif menutupi kedua lubang telinganya dengan headset. Ia memutar lagu I don't carenya Rendy Pandugo (Ini karena malem ini gue lagi dengerin lagu I don't care milik Rendy Pandugo, jadi gak kepikiran lagu lain).
Alif memperlambat laju maticnya karena hendak terperangkap lampu merah di persimpangan RSHS. Ia berhenti dibarisan paling depan. Sejenak ia menghentak-hentakkan kakinya sambil memukul-mukul pahanya karena menikmati lagu. Kali ini headsetnya sedang memutarkan lagu Blink 182 Bored to death (Jujur sekarang gue lagi denger lagu ini)
Matanya menyisir ke kanan, kiri dan depan. Ia ingin melihat ke belakang. Tapi malas menoleh dan memutar kepalanya. Alif melihat ke belakang dengan menatap kaca spion lekat-lekat. Matanya terbentur sepasang pria dan wanita yang boncengan di belakang motornya.
Sang wanita yang duduk di boncengan tengah menyuapi sesuatu ke mulut si pria. Begitu romantis, indah dan tanpa drama.
Alif tak lepas menatap kaca spionnya. Hatinya terenyuh. Ingin rasanya ia merasakan hal seperti itu dengan wanita yang ia cintai.
Dari balik helm sang wanita itu Alif melihat ketulusan yang terpancar. Seperti perasaan saling mengasihi, saling menjaga, saling mengingatkan, saling memiliki seutuhnya. Dari balik keriput sang wanita, Alif dapat menebak bahwa mencintai dan dicintai dalam jangka waktu yang lama telah membuatnya memasrahkan dirinya pada sang suami.
Alif menarik napasnya. Kembali ia palingkan tatapannya pada sosok renta yang disuapi si nenek. Sorotnya yang tetap mengawasi jalan dan sesekali menengadah untuk melihat lampu rambu lalulintas, menjadikan dirinya seperti sesosok pengawal yang harus melindungi istrinya.
Mereka dalam usianya yang renta. Mencintai tanpa kenal batas. Dicintai tanpa kenal menghianati. Mereka dengan pakaian kunonya tak kenal brand mahal. Asalkan sudah disetrika dengan meninggalkan garis-garis lipatan. Itulah seragam kebesaran atas nama cinta mereka.
Alif berdoa di hati terdalamnya. Tuhan, aku ingin seperti mereka. Menua bersama hingga waktu usai. Bersama selamanya dengan Astiri. Tua bersama. Saling mencintai selamanya. Tuhan, semoga sore ini ungkapan cintaku pada Astiri terbalaskan oleh jawaban Iya dan anggukan kepala darinya. Tuhan, semoga Astiri juga mencintaiku. Amin.
Alif memandang lurus jalanan yang hendak ia lalui. Dalam hatinya bergemuruh rasa khawatir dan berbagai pengandaian. Sore ini. Tujuannya adalah rumah Astiri. Gadis Jawa yang ayu dan pemalu. Ia mengenalnya waktu mereka menghadiri acara seminar menulis satu tahun lalu.
Astiri mencuri perhatiannya lewat puisi-puisi yang ia tulis. Berada dalam komunitas menulis yang sama membuat Alif sering bertemu Astiri. Dan percikan-percikan cinta di dalam hatinya semakin menggelora. Ia ingin memiliki Astiri lebih dari sekedar teman sharing tentang kepenulisan.
Alif membayangkan berbagai kemungkinan. Hingga tak terasa ia sudah sampai di halaman rumah Astiri. Ia meragu.
Astiri sedang berada di halaman rumahnya ketika Alif memarkirkan maticnya. Astiri melambaikan tangannya pada Alif.
"Halo, selamat sore...." Astiri menghampiri Alif dengan jenaka.
"Sore, Asti.... Aku ganggu gak dateng sore-sore gini?"
"Ndak kok. Ayok sini. Duduk," Astiri membimbing Alif menuju kursi diberanda rumahnya. "Ada apa Alif? Kok main ke rumahku ndak bilang-bilang dulu?"
"Oh nnggg.... ini.... ada apa ya? hehe"
"Walaaahhh... kok Alif kayak orang bingung toh? Asti buatin teh panas mau? Biar Alif lebih rileks? Kok ya tegang begitu kelihatannya...."
"Ah? Tegang? Hehe. Emang keliatan ya?"
"Coba Alif bercermin dulu. Kayak orang kurang darah gitu wajahnya pucat sekali, Alif..."
"Hehe. Gak usah deh Asti. Aku sebentar aja kok. Gak usah dibuatin minum."
Alif sibuk mengatur napasnya. Sibuk menelan air liurnya sendiri yang tiba-tiba membanjiri mulutnya. Jantungnya terasa begitu cepat berdegub. Aliran darahnya terasa begitu deras. Alif diperbudak tremor yang mustahil ia tutupi.
"Astiiii....," lirihnya.
"Ya Alif?"
"Aku sayang kamu. Entah sejak kapan. Aku gak ngerti. Rasanya aku ingin selalu jagain kamu. Mastiin kamu baik-baik aja. Aku gak mau kamu terluka. Aku gak mau kamu sakit. Aku ingin melihat kamu bahagia. Melihat kamu tertawa. Setiap waktu aku bakal memastikan kamu dalam keadaan baik. Aku bakal berikan segala apa yang bisa aku berikan sama kamu. Aku sayang kamu..... Astiiii....."
Akhirnya kalimat-kalimat itu meluncur dari mulut Alif. Masuk ke telinga Astiri diserap oleh otaknya dan dicerna oleh perasaannya.
"Aliiiiffff......."
STOP!!!!! Sorry gue cut ya! Ceritanya udah aja sampe situ. Selanjutnya lo boleh lah mengkhayal kelanjutan kisah Alif sesuka lo. Haha.
Bye.... Segitu aja postingan gue di bulan Agustus ini. Selamat... . selamat..... selamat.... lo mendapatkan babak bonus....
Bonusnya ya mengakhiri kisah Alif sesuka lo.
Jujur aja. Tadinya gue pengin nulis rutukan buat manusia-manusia yang menyebalkan yang ada di sekitar gue. Tapi nanti malah ghibah. Dosa. Dan gak tau lah otak gue nuntun gue gitu aja buat nulis yang kayak gue tulis di atas. Ngalir gitu aja, gue sih cuma ngikutin alur otak gue. Berbekal lagu-lagu yang gue putir di playlist handphone gue.
Setiap lagu, ngeluarin mood yang berbeda-beda. Dan Tadaaaaa.... hasilnya Alif. Ttttsssshhhh.... kegajean dan kegabutan yang hhhh.... udah lah.....
Terimakasih sudah membaca.....



Komentar

Postingan Populer