Someone Like You
Setelah sampai pada anak tangga terakhir, aku melangkah memasuki sebuah ruangan besar, sangat hening dan nyaris tak ada suara. Padahal didalamnya begitu banyak anak manusia yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Aku melangkah mencari tempat duduk, hingga kutemukan meja kecil berbentuk lingkaran dan sudah ada seorang pria yang duduk disana. Bahkan pria itu pun tidak memperdulikan aku yang kini tengah duduk di hadapannya.
Hampir satu jam aku
berada di ruang hening itu, begitulah aku menyebut ruang perpustakaan di kampusku. Sama dengan kebanyakan orang yang memasuki ruangan itu, aku pun sibuk
dengan urusanku sendiri. Mataku hanya tertuju pada layar Laptop dan sesekali
melirik buku yang kupilih sebagai bahan materi untuk KTI (Karya Tulis Ilmiah)
ku. Rasanya tak ada waktu untuk memperhatikan sekitarku atau sekedar menyapa
orang yang kukenal. Hingga pria yang semeja dengan ku tiba-tiba memberi
selembar kertas yang bertuliskan bahwa dia ingin meminjam Charger Laptopku.
Akupun membalas surat itu dan mengabulkan permintaannya, namun percakapan kami
berlanjut hingga kertas nya penuh.
Saat adzan dzuhur
berkumandang, aku beranjak meninggalkan perpustakaan. Tak ada hal yang menarik
selama di perpustakaan, bahkan leluconku bersama pria itu pun terasa biasa
saja. Hingga saat aku shalat di mushola kampus, aku terkagum-kagum pada suara
pria yang menjadi imam shalat. Begitu merdu ia melafalkan bacaan shalat, sampai
terfikir oleh ku untuk memiliki kekasih seperti dia. Mataku terbelalak ketika
melihat dan mengetahui bahwa pria yang menjadi imam shalat adalah pria yang
semeja denganku saat diperpustakaan tadi. Aku hanya bisa tersenyum kecil,
bagaimana bisa pria segokil dan segaul dia menjadi imam shalat. Tapi entahlah,
terkadang penilaianku terhadap orang selalu salah, pelajaran untukku hari ini
adalah apa yang nampak dari luar tak selalu sama dengan apa yang ada di
dalamnya. ***
Satu minggu berlalu,
rencana hari ini adalah pergi ke perpustakaan. Saat sampai, seperti biasanya
aku sibuk dengan urusanku sendiri. Kali ini perpustakaan tidak dipadati oleh
mahasiswa. Keuntungan bagiku karena aku bisa bebas mondar-mandir mencari buku.
Tiba-tiba terdengar suara rezleting yang dibuka tutup, kontan aku mencari
sumber suara itu. Bagaimana bisa aku bertemu lagi dengan pria yang menjadi imam
shalat di minggu lalu itu, apa hanya sekedar kebetulan. Dia tersenyum padaku
dan senyuman itu begitu manis dan hangat, merubah posisi dia di mataku, yang
tadinya kuanggap orang asing dan biasa saja, kini menjadi orang yang begitu
familiar dan WAH.
Dia meninggalkan tempat
duduknya dan menghampiriku dengan menyodorkan secarik kertas.
*Boleh
pinjem flash disk?
*Kemarin
charger, sekarang flash disk, nanti apa lagi? Hartaku uda habis tau! hehe
*Jangan
salah, kalo kamu ikhlas berbagi, hartamu ga akan habis, percaya dech…
*Ni
aku pinjemin! Awas ada virus nya! Rp. 5.000 /20 menit haha
*haha,
dasar matre! Dibalikin nya kalo kita ketemu di perpus lagi.
*kalo
kita ga ketemu lg, ga akan di balikin dong?
*Pinter!
Haha
*Jayus!
Siapa nama kamu? Biar aku gampang ngelacak kalo sewaktu waktu kamu ambil lari
flash disk ku!
*Muhamad
Taufan, special buat kamu, cukup panggil Auf aja!
*Kaya
srigala berkumandang tengah malem dong….. Auuuuuuufffff….. hahaha
*Garing
ah, hari sabtu jam 11 kita ketemu disini! Ga pake nawar! Kalo ga, flash disk
kamu gakan balik. Good luck buat KTI n
sidangnya! Auuuuuuufffff…….. hehehe
Sebenarnya aku masih
ingin ngocol sama pria itu, tapi dia keburu balik ke tempat duduknya. Aku
senang bisa mengenal pria itu, setidaknya dalam otakku dia anak baik-baik,
terbukti dia bisa menjadi imam saat shalat. ***
Hari sabtu, tepat jam
11 Teng, aku sampai di perpustakaan. Ruang hening itu berubah menjadi ruang tak
karuan, begitu ramai dan banyak buku berserakan di atas meja, hingga aku harus
duduk di atas karpet karena tak kebagian tempat duduk. Pria itu belum kelihatan
batang hidungnya, satu jam lebih aku menunggu dia hingga pada akhirnya dia
datang ke hadapanku dengan terpogoh-pogoh.
“Maaf…… telattt…..”
“Tarik nafas dulu!
Tariiik….. Keluarkaan… Tariiiik….Keluarkaaan…”
“Kaya yang lahiran
aja!”
“Abisnya, kayak doggy
abis ngejar-ngejar tulang! Mana flash disk ku?”
“Ini! Makasi ya”
“Tarifnya masih
berlaku! Mana uang sewanya?”
“Ya ampun, bisa
bangkrut dong saya”.
“Engga deh, aku kan
baik, ya uda kalo ga ada urusan lagi sama aku, aku mau pulang. Bye….”
“Wa’alaikum salam!”
“hehe… Assalam
mualaikum”.
“Wa’alaikum salam.
Hati-hati!”
Ketika sampai di rumah,
aku membuka flash disk ku untuk memastikan tidak ada virus yang hinggap. Flash
disk ku memang bersih dari virus, tapi ada satu file yang asing bagiku, kufikir
itu file milik Auf yang tidak sempat ia hapus. Dengan penuh rasa penasaran, aku
membuka file itu, dan o my god, ini sejenis puisi, sajak, pantun, atau apalah
itu, aku kurang faham. Bagaimana bisa dia meninggalkan file berisi puisi di
flash disk ku. Jujur aku kurang faham mengenai puisi, syair, diksi atau apapun
itu, bahkan terkadang aku tidak mengerti makna dari bait-bait yang ku baca.
Seperti kali ini, aku kurang mengerti dengan apa yang dituangkan oleh Auf lewat
puisi ini. Aku membacanya berulang-ulang, hingga mataku terasa perih hanya
karena ingin mengartikan setiap katanya.
Kini aku sedikit
mengerti, aku terharu bahkan hingga meneteskan air mata. Bukan karena
kata-katanya yang indah atau karena penulisnya yang tampan. Tapi karena pesan
yang tertuang pada akhir puisi itu. Aku yakin, puisi ini untukku, karena Auf
memang sengaja memasukan namaku di bait terakhir puisinya.
“Ibarat mutiara yang menyilaukan
Rupamu bersinar dan mahal
Tapi memabukkan
Menjadi santapan setiap makhluk yang melihatnya
Tapi kau punya cangkang yang begitu keras dan indah
Yang bisa menutupi keelokanmu
Maka kau akan sangat mahal, Jane"
Aku sadar, selama ini
busanaku asal-asalan, hatiku belum mantap jika harus berjilbab. Selalu banyak
alasan dan penolakan. Bahkan, gaya pakaian ku memang gak karuan, aku lebih
sering mengenakan rok pendek dan tidak suka mengenakan celana panjang atau baju
lengan panjang. Ku fikir itu gayaku dan setiap pria yang melihatku akan
tertarik, tapi itu salah besar. Selama ini aku merasa sudah menjadi wanita
baik-baik, meskipun gaya pakaianku seperti itu tapi jujur aku tidak pernah
ketinggalan sama yang namanya shalat, akupun bisa menjaga diri dari pergaulan
bebas. ***
Waktu berlalu begitu
saja, aku tidak pernah berjumpa lagi dengan Auf. Memang satu bulan terakhir ini
aku disibukan dengan persiapan untuk sidang, dari mulai menghapal materi,
berusaha melenyapkan semua kegugupan dan ketakutanku hingga menjaga staminaku
agar saat sidang aku dalam keadaan fit.
Namun tetap saja, saat
hari yang kutakutkan itu tiba aku merasa gugup dan jantung ku berdegub begitu cepat.
Hingga sesorang datang menepuk bahuku.
“Sidang ya?”
“Auf…..?”
“Good luck ya! Jangan
tegang! Rileks aja!”
“Tetep ga bisa”
“Pasti bisa, terus
berdoa, aku yakin kalo kamu bisa!”
“Puisi di flash disk
aku? Punya siapa?”
“Punya kamu! Itu buat
kamu!”
“Kamu nyuruh aku pake
jilbab?”
“Bukan aku yang nyuruh!
Tapi Tuhan! Semangat Jane!”
Setalah berbincang
dengan Auf, semua rasa gugupku tiba-tiba hilang. Hingga Sidang selesai, dan aku
lulus dengan IP yang baik. Aku terus memikirkan kata-kata Auf, bahkan aku ingin
menjadi mutiara mahal yang Auf bilang. ***
Dengan segala
pertimbangan, setelah memikirkannya matang-matang, ku putuskan untuk berjilbab.
Aku hanya ingin dihargai dan dihormati oleh semua orang, mungkin salah satu
alasan aku memakai jilbab karena Auf. Tapi jujur, keputusanku untuk berjilbab
karena memang hatiku telah mantap.
Ini hari pertama aku
mengenakan jilbab, dihari wisudaku. Aku berjanji pada ibuku untuk mengenalkan
ia pada Auf, pria yang membuatku berubah menjadi seperti ini. Seusai acara wisuda
aku mencari Auf dan kutemukan ia di parkiran bersama keluarganya, mungkin
hendak pergi. Aku menghampirinya dan bicara padanya setelah bersalaman dengan
keluarganya.
“Selamat ya! Kamu
cumlaud!”
“Makasi Jane, aku kira
kita bakal sama-sama Cumlaud.”
“Aku engga, otakku kan
pas-pasan, hehe.”
“Oh ya Jane, kenalin,
ini Diana tunanganku.”
Aku merasa lemah dan
tak mampu berdiri kala Auf mengatakan kata -Tunanganku-. Aku merasa seperti
buih yang suatu saat akan menghilang, melebur bersama udara dan menjadi
penghuni semesta yang tak nampak. Bising kendaraan merajai tempat aku berdiri,
memekak di telingaku bahkan jika aku menangis sekalipun takan terdengar.
Keadaan ini membuatku semakin lemas dan hampir menjatuhkan diri juga meneteskan
air mata, tapi kutahan agar hal itu tak terjadi. Aku tidak ingin tampak lemah
dihadapan Auf, karena tak ada alasan untuk bersedih mendengar kata -Tunangan-
itu, bahkan mungkin perasaan yang kumiliki pada Auf ini hanya kekonyolan
semata.
Hingga kami berpisah,
aku tidak mampu lagi menahan ribuan butir air mata yang mendesak ujung mataku.
Kuluapkan seluruh rasa pedih dan kecewaku, tapi ini sungguh konyol, aku
menangisi pria yang bahkan tidak mengetahui perasaanku terhadapnya, pria yang
kujumpai tidak lebih dari lima kali dan aku tidak terlalu mengenalnya. Aku
mencoba untuk tersenyum dan bangkit, sungguh semua ini tak ada gunanya. Aku
hanya bisa berterimakasih pada Auf karena telah merubahku menjadi lebih baik,
setidaknya aku berkeinginan untuk menjadi wanita terhormat dan baik di mata
Tuhanku setelah mengenalnya.
Saat acara malam
inagurasi tiba, aku berusaha tegar dan melupakan kejadian di siang hari. Tak
ada satupun orang yang mengetahui perasaan konyolku pada Auf, setidaknya aku
masih bisa mengumbar senyum palsuku. Aku merubah lagu yang akan kupersembahkan
pada seluruh mahasiswa dimalam perpisahan menjadi lagu yang mewakili perasaanku
pada Auf. Meskipun hatiku sedang terluka, aku harus tetap maju dan tampil untuk
mewakili teman-teman satu kelasku..
“Lagu ini special buat
orang yang udah buat aku berubah menjadi lebih baik, seperti sekarang.”
Dan lagu Someone Like You milik Adele pun
berhasil menghipnotis ratusan mahasiswa yang berdiri di hadapan ku yang
mematung di atas stage. Ada yang menggenggam kedua telapak tangannya dan
menaruhnya di depan mulut seperti sedang berdo’a, ada yang hanya menggerakan
kepalanya kekiri dan kekanan dengan perlahan, ada yang diam mematung sepertiku,
bahkan ada yang menangis dan berpelukan bersama teman-temannya. Lagi-lagi aku
mencoba untuk tak meneteskan air mata, bahkan akan sangat memalukan jika aku
menangis dihadapan public. Tapi, melihat semakin banyak mahasiswa yang
menangis, akupun tak mampu lagi menahan tangisku.
Hingga usai menyanyikan
lagu itu, suasana nampak kacau, aku masih bisa melihat dari balik mataku yang
telah dibanjiri kepedihan. Mereka tampak tak waras, menangis bahkan
meraung-raung. Entah apa yang ada difikiran mereka, apa sama sepertiku yang
semakin patah hati setelah mendengar lagu itu. Apa karena terlalu mendramatisir
liriknya atau bahkan mereka sama sekali tak mengerti dan tak paham artinya. Itu
samasekali bukan urusanku, biarkan mereka menangis dengan alasan sesuai
versinya masing-masing.
Aku berjalan perlahan
meninggalkan gedung, ketika sampai di pintu keluar, seseorang menarik lenganku
dari belakang.
“Kamu cantik pake
jilbab Jane!”
“Auf???”
“Cowok yang memilikimu
adalah cowok yang sangat beruntung!”
“Kenapa?”
“Karena kamu menjelma
menjadi Mutiara yang sangat Mahal!”
“Thanks, tapi cowok
yang aku inginkan, tidak menginginkan aku.”
“Bodoh banget cowok
itu! Pasti bukan aku kan Jane?”
“Bukan! Bahkan kamu gak
akan kenal sama cowok itu!”
“Siapa?”
“Dia udah nikah. Anggap
aja begitu.”
“Kamu pasti bisa dapet
cowok yang lebih baik dari dia!”
“Amin, Thanks. Aku
harus pergi! Asalamualaikum.”
“Waalaikum salam.
Hati-hati Jane! Hapus air matamu!”
Aku pergi meninggalkan
serpihan-serpihan hatiku. Dengan air mata yang bejatuhan di setiap jalan yang
kutapaki. Aku berharap bisa tegar dan secepatnya sembuh dari sakit hati ini.
Semoga jalanku berjilbab menjadi cerita hangat untuk ku dikemudian hari, bukan
cerita sedih atau pahit. Kurelakan semuanya dan kupasrahkan pada penciptaku. Kuharap
masih ada Muhamad Taufan lainnya yang lebih baik yang mencintaiku dengan tulus.
Semoga….
“Never mind, I’ll find someone like
you, I wish nothing but the best for you, Don’t forget me! I Beg!!!”
*****
km memang bnr , stiap prubahan pasti ada alasan , tpi alasan itu tdk slalu mndukung, n q ykin plhan km untuk mnjadi wanita yg lebh baek sngat bnr krna bkan hnya km/kluarga yg snang , tpi smua org yg mngnalmu trmasuk q jga ikut , ,#CAYO jdilah org yg lbh baek dri sblumny ^_^
BalasHapussipp... makasi uda baca....
BalasHapusmngkin crta ne akan q lkukan dikhidupan nyataku
Hapus