Resah

Seseorang tiba-tiba menggenggam jemariku. Hangat sentuhannya menjalar hingga ke ubun-ubun. Kegugupanku bertambah hebat.

"Kenapa?"

Dia mengunci jiwaku dengan tatapan tajamnya.

Aku lekas memalingkan wajahku dan menunduk. Mencoba menenggelamkan kakakuan ini. Kemudian menggeleng. Aku tak sanggup berkata apapun.

"Kalau mau cerita, boleh. Habis kelas. Gimana?"

Dia melepas genggamannya. Sedikit memiringkan kepala guna melihat wajahku. Aku tahu. Dia menungguku bicara. Sudah kubilang. Aku tak mampu bicara. Kegugupan ini menyerang begitu saja. Sangat brutal. Tak kentara.

"Selamat siang...." sapa dosen mata kuliah Penyuntingan yang baru saja memasuki kelas dan berhasil menyelamatkanku.

Kelas dimulai. Dia berhenti bertanya. Kami mulai sibuk dalam konsentrasi masing-masing.

Dengan ujung mataku, aku dapat melihat gerak-geriknya. Dia sibuk mencatat beberapa informasi penting yang disampaikan dosen. Sesekali menunduk ke arah buku di atas mejanya. Sesekali mendongak ke arah dosen.

45 menit berlalu begitu saja. Aku lekas memasukkan buku ke dalam tas. Yang kulihat, saat ini dia tengah berbicara dengan dosen. Mereka terlibat pembicaraan yang serius. Dia, si manusia kritis yang bakal terus mengejar penjelasan yang menurutnya masuk akal hingga dia bisa benar-benar menerimanya dan berada di jalur yang sepaham.

Lagi-lagi Tuhan menyelamatkanku dari dia. Dan saat ini yang kubutuhkan adalah menyelinap ke luar tanpa ketahuan olehnya.

*****

Baru saja selesai mengganti pakaian. Tiba-tiba ponselku berdering. Di layar menampilkan sederet nomor yang sudah kuhapal. Aku tak pernah memasukan nomor tersebut ke daftar kontak. Tak pernah. Namun seseorang telah memasukkan dengan paksa deretan nomor tersebut ke dalam otakku, hingga aku menghapalnya sampai detik ini.

Untuk apa dia menghubungiku. Apa sebegitu ingin tahunya apa yang sedang menimpaku saat ini.

Akhirnya kuputuskan untuk menerima panggilan telepon darinya.

"Kamu tadi kenapa kabur?" tanpa tendeng aling-aling dia langsung menembak. Aku tetap diam dan bungkam.
"Aku kan tadi bilang. Habis kelas kita ngomong," lanjutnya lagi.

"Ngomong apa?" tanyaku berpura-pura lupa.

"Kamu kenapa?" kali ini dia bertanya lebih lembut.

"Kenapa gimana?" tanyaku lagi seolah tak mengerti.

"Jangan pura-pura deh! Jangan bohong!"

"Tau dari mana kamu kalau aku bohong?"

"Ayolah....aku tahu kamu! Aku hapal betul kalau kamu lagi ada sesuatu yang dipikirkan. Kamu lagi ada masalah kan? Dan dengan kamu bilang gak ada apa-apa itu bohong banget!" penjelasannya kali ini bernada lebih tinggi.

"Kok kamu nuduh aku bohong!"

"Aku udah bilang kan! Aku tahu kamu! Kamu kalau lagi ada masalah pasti selalu garak-gerakin jari. Ngetuk-ngetuk meja lah. Gerakin bolpen lah..., aku tahu kamu! Kamu kelihatan resah, sayang..."

"Ya terus?"

"Kamu tuh ya! Aku beneran gak ngerti deh sama cewek.... please cerita, sayang..... masalah kamu apa? Aku gak lagi pacaran sama Manekin cewek yang dipajang di etalase-etalase toko yang gak bisa ngomong, yang gak bisa nunjukin perasaannya kan?"

"Please! Gak semua hal bisa aku ceritain sama kamu...  aku cuma butuh sendiri.... sendiri dulu.... dan aku minta kamu mengerti...." kataku akhirnya.

"Terserah lah!"

Klik....

Sambungan telepon diputusnya dengan tergesa.

Aku hanya ingin menenangkan hatiku yang sedang bergemuruh. Aku tahu ini salah. Perasaan ini salah. Tapi siapa yang bisa menolak perasaan indah seperti ini.

Apakah aku salah jika berkeinginan untuk mencicipi cinta yang lain?

Seseorang di masa lalu yang teramat kucintai kembali datang menemuiku. Kembali menawarkan hatinya untuk kutempati. Dan aku memiliki minat yang sangat besar untuk kembali menempatinya. Meski hingga saat ini aku masih menyimpan luka yang dia torehkan. Namun perasaanku tak dapat didustai. Aku masih mencintainya. Teramat mencintainya.

Pertemuanku dengannya malam kemarin cukup mengobati rinduku. Rindu yang selama ini berlarian di hatiku. Rindu yang kini sudah bertemu pemiliknya.

Aku tahu, kini aku tak lagi sendiri. Ada seseorang yang selalu berusaha membuatku bahagia dan tertawa. Ada seseorang yang mencintaiku dengan segenap hatinya. Seseorang yang selalu berkorban demi aku. Namun kini aku telah mengkhianatinya.

*****

Komentar

Postingan Populer