Penyesalan Nona Wortel


Alkisah di sebuah Desa Permai. Hidup seorang Petani Wotel yang baik hati.
Musim kemarau Tahun ini begitu panjang dan berat. Desa Permai dilanda kekeringan yang sangat menyiksa. Semua sumur di Desa ini kering, begitu pun dengan satu-satunya sungai yang terdapat di Desa ini.
Pada suatu hari, seekor Kelinci betina mendatangi rumah Petani Wortel, Tn. Edd. Kelinci itu tengah kelaparan. Di rumah, 3 ekor anaknya menanti sang induk membawa pulang banyak makanan.
Kemarau panjang mengakibatkan tanah menjadi kering dan retak. Semua petani sayur dan buah mengalami gagal panen. Kecuali kebun wortel Tn. Edd yang tetap subur.
Tidak hanya itu, hewan ternak pun banyak yang mati kelaparan. Tidak ada yang bisa dimakan oleh penduduk Desa Permai. Sehingga banyak orang yang pergi meninggalkan Desa Permai.
Beberapa penduduk yang masih tinggal, meminta wortel pada Tn. Edd. Dan Tn. Edd merasa senang jika bisa membantu orang yang kesusahan.
Di kebun, tersisa satu wortel yang sengaja dibiarkan tumbuh oleh Tn. edd. Tn. Edd melarang siapa pun mengambil wortel itu.
"Kalian boleh mengambil wortel mana pun. Tapi jangan mengambil wortel yang di ujung sana. Dia wortel kesayanganku. Aku akan membiarkan dia tumbuh besar," ujar Tn. Edd setiap kali ada tetangga yang meminta wortelnya.
Sementara itu, induk kelinci melompat menghampiri Nn. Wortel.
"Hai Nn. Wortel, bolehkan aku meminta bantuanmu?" tanya induk kelinci.
"Bantuan apa Ny. Kelinci?"
"Anak-anakku sedang kelaparan. Kami butuh makan. Sementara di desa ini sudah tak ada tanaman yang bisa kami makan."
"Lalu apa yang bisa kulakukan untuk kalian?"
"Bolehkah aku mengambilmu Nona? Anak-anakku akan selamat jika aku membawamu pulang," pinta induk kelinci.
"Aku akan sangat bahagia jika bisa membantu kalian. Tapi kau perlu tahu Ny. Kelinci, di kebun ini dan bahkan di desa ini. Hanya tinggal aku satu-satunya Wortel yang tersisa. Pemilik kebun ini, Tn. Edd sengaja membiarkanku tumbuh besar. Aku ingin sekali membuatnya kenyang. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk dia, seperti apa yang selalu dia lakukan untuk tetangga-tetangganya," tutur Nn. Wortel.
"Aku terharu atas kesetiaanmu pada Tn. Edd. Semoga kau bisa memberikan yang terbaik untuk tuanmu itu Nona. Aku mungkin akan mencari makanan di desa lain. Berat rasanya meninggalkan anak-anakku dalam bahaya."
Induk Kelinci sangat menghargai kesetiaan Nn. Wortel. Dia pun melompat meninggalkan Nn. Wortel
dengan sedihnya.
"Tunggu Nyonya!" teriak Nn. Wortel.
Induk Kelinci berhenti melompat.
"Mengapa anda tidak meminta bantuan pada Tn. Cacing?" Nn. Wortel menunjuk Tn. Cacing yang sedang tertidur pulas di kejauhan.
"Tidak Nona. Tn. Cacing akan sangat berjasa menyuburkanmu! Tumbuhlah yang besar bersama Tn. Cacing!"
Ny. Kelinci kembali melompat. Tak lama kemudian, terdengar jeritan Ny. Kelinci.
Rupanya Tn. Edd menangkap Ny. Kelinci untuk menjadikannya santapan. Ny. Kelinci sudah tak bernyawa setelah pisau tajam Tn. Edd menyembelih lehernya.
Nn. Wortel merasa bersalah atas nasib yang menimpa Ny. Kelinci.
"Kalian pasti sangat kelaparan sekarang. Kalian pasti mengira Ibu kalian akan pulang membawa makanan. Oh Tuhan, mengapa Tn. Edd begitu tega? Andai saja aku dapat berjalan dan menemui kalian," gumam Nn. Wortel saat mengingat anak-anak Ny. Kelinci.
Hari-hari berlalu. Tubuh Nn. Wortel semakin lemah dan dipenuhi keriput. Tn. Edd tak juga menghampiri Nn. Wortel.
Tubuh besar Ny. Kelinci pasti cukup untuk makan Tn. Edd selama beberapa hari. Sehingga Tn. Edd tak perlu keluar rumah dan perlahan mulai melupakan Nn. Wortel.
Teriknya matahari semakin membuat tubuhnya tak berdaya. Seharusnya kini Nn. Wortel sudah mengenyangkan perut tuannya. Karena itulah satu-satunya alasan dia tumbuh.
Hari-hari dia lalui dengan perasaan bersalah dan penuh penyesalan. Nn. Wortel juga merasa dirinya tak berguna dan berharga. Bahkan Tn. Edd pun tidak menginginkan dirinya.
Tn. Cacing yang tadinya selalu menyuburkan tanah di kebun Tn. Edd kini hanya bisa tertegun melihat tubuh Nn. Wortel yang telah membusuk.
Perlahan-lahan, Tn. Cacing pun menggerogoti tubuh Nn. Wortel.
"Katamu, kau akan bahagia dan merasa berharga bila bisa mengenyangkan perut seseorang. Aku memang hanya seekor cacing. Tapi sebagai sahabatmu, aku akan membuatmu bahagia dan berharga. Meski berat rasanya menyantapmu. Selamat jalan Nn. Wortel."
Tn. Cacing meneteskan air mata saat menyantap tubuh Nn. Wortel.
****

Komentar

Postingan Populer